Sunday 29 September 2013

Berhenti Merokok Bisa Naik Haji!

JAN29

Senin, 28 Mei 2012 | 10:12 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Percayalah, berhenti merokok benar-benar membawa manfaat besar. Selain faktor pencetus penyakit hilang, biaya pengeluaran membeli rokok bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih berguna.


Sebagai gambaran, pengeluaran untuk konsumsi rokok pada rumah tangga perokok termiskin 2009 adalah:


-11X >dari pengeluaran untuk daging
-7X >dari pengeluaran untuk buah-buahan
-6X >dari pengeluaran untuk pendidikan
-5X >dari pengeluaran untuk susu telur
-5X >dari pengeluaran untuk kesehatan
-2X>dari pengeluaran untuk ikan


Kesempatan yang hilang akibat 10 tahun merokok:
Bila konsumsi rokok per hari = 1 bungkus = Rp 10.000, dalam setahun, konsumsi rokok adalah 365 bungkus x Rp 10.000 = Rp 3.650.000.


Dalam 10 tahun, yang dikeluarkan adalah Rp 36.500.000. "Jumlah ini bisa untuk biaya haji atau sekolah S-1 di Universitas Indonesia, DP rumah, renovasi rumah, modal usaha kecil, atau franchise makanan ringan," kata Abdillah.


 


View the original article here


continue reading

Tuesday 24 September 2013

Anak Suka Minuman Berkarbonasi Cenderung Agresif

JAN29

Anak Suka Minuman Berkarbonasi Cenderung Agresif

Ilustrasi minuman bersoda. Sxc.hu


TEMPO.CO-Semakin dini anak mengkonsumsi minuman bersoda, maka semakin besar kemungkinan sifat agresivitasnya muncul. Penelitian teranyar yang dipublikasi melalui The Journal of Pediatric menyatakan bahwa anak lima tahun yang selalu memulai perkelahian atau menganggu permainan, ada kemungkinan Ia terlalu banyak mengkonsumsi soda.


Dalam jurnal dari gabungan peneliti di Universitas Columbia, Universitas Vermont dan Universitas Harvard yang diterbitkan Jumat, 16 Agustus 2013, riset ini mengklaim  menemukan korelasi antara soda dan masalah perilaku agresif.


Kajian ini menjelaskan bahwa terjadi peningkatan perilaku agresif antara anak yang mengkonsumi minuman berkarbonasi dengan mereka yang tidak. "Agak sulit untuk menginterpretasikan ini, karena belum terbukti secara klinik hasilnya signifikan," ujar Shakira Suglia, peneliti dari Universitas Columbia


Sampai saat ini, penelitian hanya mengaitkan soda dengan perilaku agresif manusia dewasa. Adapun penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan antara soda dengan perilaku agresif, depresi dan keinginan untuk bunuh diri.


"Ini membuat masuk akal, terhadap kajian-kajian sebelumnya yang sudah ada," ujar Ben Belnap, Psikolog anak dari Primary Children Medical Center di Salt Lake City. Kajian teranyar tersebut memang tak menyebut apa penyebab utama dari soda yang mengubah perilaku anak, entah dari gula atau bahan lainnya. Tapi Belnap menyarankan agar lebih baik mencegah dengan membatasi konsumsinya.


Penelitian ini melibatkan ibu dan anak sebanyak 2929 dari 20 kota besar di Amerika. Mereka terlibat penelitian sejak 1998-2000 dengan metode wawancara secara berkala. Pertanyaan tentang seberapa sering anak mereka merusak barang yang mereka miliki dan barang orang lain. Pertanyaan juga dikaitkan antara berapa sering anak mereka mengkonsumsi soda serta menonton televisi.


Ditemukan bahwa anak-anak yang minum empat gelas atau lebih soda per hari, punya kecenderungan untuk merusak barang milik orang lain, berkelahi dan menyerang orang, ketimbang mereka yang tidak minum.


 


View the original article here


continue reading

Monday 23 September 2013

Jumlah Perokok Muda Kian Meningkat

JAN29

Kalangan perokok tidak pernah kehilangan anggota baru karena selalu ada perokok pemula. Bahkan belakangan, tren itu terus meningkat.


Ini kesimpulan dari paparan tren peningkatan perokok di kalangan remaja. "Kecenderungan ini memprihatinkan," kata Ekowati Rahajeng, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, kepada media pada Jumat 25 Mei 2012 di Kementerian Kesehatan, Jakarta.


Dalam paparan itu tergambar peningkatan konsumsi rokok pada kalangan muda. Jika pada 1995, perokok remaja (usia 15-19 tahun) adalah tujuh persen dari populasi, pada 2010 jumlahnya meroket menjadi 19 persen.


Begitu juga dengan para perokok di kalangan anak-anak (10-14 tahun). Pada 1995, jumlah perokok anak sekitar 71 ribu. Pada 2010, jumlahnya melompat menjadi sekitar 425 ribu. Dengan kata lain, jumlah perokok anak naik enam kali lipat dalam 15 tahun terakhir.


"Adanya peningkatan konsumsi rokok akan mengancam bonus demografi," kata Abdillah Ahsan, peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, yang juga memberikan paparan dalam acara itu.


Bonus demografi adalah keadaan yang terjadi, jumlah penduduk produktif lebih besar ketimbang mereka yang tidak produktif. Sederhananya, tiga orang bekerja hanya untuk menanggung satu orang. "Kesempatan ini hanya terjadi satu kali dalam sejarah suatu penduduk," kata Abdillah dalam kesempatan yang sama.


Bonus demografi ini akan terjadi di Indonesia pada 2020-2030. Saat berakhir, proporsi penduduk lanjut usia akan mulai meningkat. Itu artinya, beban ketergantungan penduduk tidak produktif terhadap penduduk produktif akan naik.


Sementara itu, beban ekonomi akibat peningkatan perokok menjadi ancaman terhadap bonus demografi. Masifnya konsumsi rokok juga terlihat dari besarnya proporsi rumah tangga di Indonesia yang memiliki pengeluaran untuk rokok.


Pada 2009, sebanyak 7 dari 10 rumah tangga membelanjakan uangnya untuk rokok. Yang menyedihkan, rumah tangga termiskin juga terperangkap dalam konsumsi rokok. Sebanyak 6 dari 10 rumah tangga termiskin memiliki pengeluaran untuk membeli rokok.


"Pengeluaran untuk rokok hanya lebih kecil dari makanan pokok dan pengeluaran ini mengalahkan 23 jenis pengeluaran lainnya ," kata Abdillah.


Dari segi medis, merokok menjadi faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular. "Hampir 60 persen kematian di Indonesia diakibatkan oleh penyakit tidak menular," ujar Ekowati.


Efek merokok, kata doktor bidang epidemiologi dari Universitas Indonesia ini, memang tidak menimbulkan kematian seketika. Penyakit akibat merokok sifatnya kronis dan pengaruhnya kumulatif yang akan mulai dirasakan pada usia dewasa.


Panen penyakit akibat merokok di antaranya stroke, penyakit jantung, kanker, dan paru-paru. Saat ini di Indonesia terdapat 300 ribu kematian per tahun yang diakibatkan oleh rokok.


Akumulasi faktor ekonomi dan medis akibat merokok tentu akan sangat merugikan di masa yang akan datang. Karena itu, Abdillah meminta pemerintah segera bertindak tegas untuk membatasi peningkatan konsumsi rokok ini.


Caranya, melarang iklan rokok, sponsorship, promosi, maupun corporate social responsibility rokok. Pemberlakuan kawasan tanpa rokok juga harus diperketat.


Hal lainnya adalah meningkatkan cukai hasil tembakau ke tingkat maksimal, yakni 57 persen dari harga jual eceran, merevisi Undang-Undang Cukai dengan menaikkan tingkat cukai maksimal menjadi 70 persen dari harga jual eceran sesuai dengan rekomendasi World Health Organization, dan menaikkan PPN rokok dari 8,4 persen menjadi 10 persen seperti barang-barang lainnya.


"Rekomendasi lainnya adalah segera tetapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tembakau menjadi Peraturan Pemerintah dan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control untuk menunjukkan komitmen pemerintah pada perlindungan kesehatan masyarakat," ujar Abdillah.


 


View the original article here

continue reading

Sunday 15 September 2013

Menyusui Lindungi Ibu dari Kanker Payudara?

JAN29

Menyusui Lindungi Ibu dari Kanker Payudara?

Kanker Payudara. tlife.gr


Menyusui anak dengan durasi lebih dari enam bulan akan melindungi wanita dari kanker payudara dalam jangka waktu yang panjang. Syaratnya, si ibu bukanlah perempuan perokok. Berdasarkan penelitian terbaru, merokok dapat menghambat manfaat menyusui, sehingga ada perbedaan sekitar 10 tahun dalam diagnosis dengan pasien kanker payudara yang tidak merokok. "Dan semua itu tergantung berapa lama mereka menyusui anak-anaknya," tulis situs Health Day, 15 Agustus 2013.


Mereka yang tidak merokok dan tidak menyusui, atau menyusui tak lebih dari tiga bulan, rata-rata didiagnosis mengidap kanker payudara pada usia 58 tahun. Sementara wanita yang tidak merokok dan menyusui lebih dari enam bulan, baru dinyatakan mengidap kanker payudara pada usia rata-rata 68 tahun. "Namun perempuan yang menyusui lebih dari enam bulan tapi merokok, didiagnosis dengan penyakit ini pada rata-rata usia 47 tahun."


Menurut peneliti University of Granada, Spanyol, Emilio Gonzalez-Jimenez, perempuan tidak merokok dan menyusui lebih dari enam bulan terdiagnosis kanker payudara lebih lama. Sekitar 20 tahun kemudian, ketimbang perempuan merokok, tidak menyusui, atau menyusui kurang dari enam bulan. "Meski banyak penelitian menghubungkan antara kehamilan dengan risiko kanker payudara, tapi hasil riset pada efek perlindungan menyusui terhadap penyakit ini menunjukkan hasil yang saling bertentangan," kata Gonzalez-Jimenez.


Tim Gonzalez-Jimenez meneliti catatan kesehatan lebih dari 500 wanita berusia 19 hingga 91 tahun. Mereka merupakan perempuan yang didiagnosis atau mendapat pengobatan kanker payudara dari 2004 hingga 2009, di Rumah Sakit Universitas Granada.


Dalam penelitiannya, ilmuwan menemukan hubungan antara menyusui dengan usia saat terdiagnosis kanker, tapi keduanya tidak menunjukkan hubungan sebab-akibat. Hubungan ini terjadi ketika ada faktor keturunan dalam keluarga. Penelitian lain menunjukkan hubungan antara merokok dengan kanker payudara.


Direktur Breast and Gynecologic Cancer di American Cancer Society, Debbie Saslow, mengatakan riset ini berskala kecil. Sebab, hanya 26 perempuan tidak merokok dalam penelitian ini yang menyusui lebih dari enam bulan. Sementara penelitian sebelumnya menunjukkan hasil temuan yang beragam. "Banyak hasil riset menunjukkan bahwa menyusui memberikan efek perlindungan melawan kanker payudara, tapi efek ini kecil dan efeknya lebih lama jika Anda menyusui lebih lama," kata Saslow.


American Cancer Society memperkirakan lebih dari 234 ribu kasus kanker payudara terdiagnosis selama 2013. Sekitar 40 ribu kematian diperkirakan akan terjadi tahun ini akibat penyakit itu.


Berdasarkan data U.S Centers for Disease Control and Prevention, sebanyak 77 persen anak Amerika disusui ibunya pada saat dilahirkan. Namun dari bayi kelahiran 2010, hanya 49 persen yang masih menyusui saat berusia enam bulan dan hanya 27 persen yang masih disusui ketika berumur 12 bulan.


 


View the original article here


continue reading

Monday 2 September 2013

Cara Mudah Pengobatan Malaria dengan Laser

JAN29

Nathan Myhrvol, seorang ahli biologi dan patologi mengungkapkan sinar laser dapat membunuh bibit malaria pada darah. Myhrvol menyampaikan temuannya pada acara TED Talk tahun 2010, kemudian menuliskan kelanjutan temuan tersebut di The Hufftington Post.


Myhrvol menjelaskan, ide awalnya dia mengaplikasikan teknologi tingkat tinggi untuk mengatasi permasalahan kesehatan dunia. kemudian bekerjasama dengan Bill Gates dalam sebuah proyek yang disebut sebagai Global Good. "Untuk menyelamatkan kehidupan manusia," kata Nathan.


Bersama Bill Gates, Myhrvol kemudian mengembangkan laser yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit malaria. Temuan ini diwujudkan dalam sebuah alat yang bisa 'menyuntikkan' radiasi laser ke dalam sel darah. Seperti yang diketahui, bibit penyakit malaria berkembang dalam darah, sehingga dengan memanfaatkan laser untuk memanipulasi darah akan bisa mengurangi, bahkan menghilangkan bibit penyakit malaria yang tengah berkembang.


Alat ciptaan Myhrvol diklaim sudah menunjukkan keberhasilan di Afrika, sehingga sebentar lagi alat ini akan diproduksi secara komersial. Konsumennya tentu saja adalah tenaga kesehatan dan rumah sakit di wilayah yang memungkinkan gejala malaria masih berkembang.


 


View the original article here



continue reading