Tuesday 31 January 2012

Kena Tiroid? Jangan Salahkan Garam

JAN29

Empat bulan belakangan ini, Sinta, 20 tahun, sering merasa lemas. Genggamannya tak semantap dulu, jari tangannya pun sering gemetar. Berat badan gadis berkerudung itu juga turun drastis. "Padahal saya tidak mengubah pola makan dan berolahraga seperti biasa," katanya. Saat koma dan masuk rumah sakit, dokter mendiagnosis bahwa Sinta mengalami kelainan kelenjar tiroid.


Menurut ahli endokrinologi, Profesor Sri Hartini K.S. Kariadi, kelainan kelenjar tiroid terjadi karena hormon tiroid yang terdiri atas hormon T4 (tiroksin) dan T3 yang dihasilkan kelenjar ini tidak dapat bekerja sama dengan thyrotropin releasing hormon (TRH), yang dihasilkan kelenjar otak. "Penyakit yang timbul bisa bermacam-macam, bisa hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid, hipotiroid atawa kekurangan hormon tiroid, gondok, gangguan tulang dan pertumbuhan, hingga tumor atau kanker kelenjar tiroid," ujarnya.


Salah satu contoh penyakit yang paling sering muncul dari kelainan kelenjar ini adalah penyakit gondok. Menurut dokter Sri, banyak orang salah persepsi, gondok disebabkan kekurangan yodium. Padahal gondok juga disebabkan kinerja kelenjar tiroid yang terganggu, "Sebab, kinerja kelenjar ini benar-benar bergantung pada reaksi tubuh ketika melakukan sekresi atau pelepasan hormon tiroid," katanya.


Tubuh seseorang yang mengalami kelainan kelenjar tiroid tidak bisa dideteksi berdasarkan gejala luar. "Sebaiknya ada tes laboratorium, lalu dikonsultasikan khusus kepada ahli endokrinologi atau spesialis kelenjar agar mendapat pengobatan yang benar," ujar dokter Sri.


Selama ini tindakan yang paling sering dilakukan untuk mengobati penyakit yang timbul akibat kelainan kelenjar tiroid adalah pembedahan, pemberian sinar radioaktif pada kelenjar tiroid, dan terapi sulih hormon. Namun semua tindakan medis itu tidak bisa selesai seketika. Suatu saat penyakit itu bisa timbul lagi, sehingga pengobatan harus dilakukan secara berkala. Terkadang orang yang sudah berobat banyak bertanya-tanya kenapa disuruh balik lagi ke dokter? "Sebab, ini adalah penyakit yang disebabkan kelainan dalam tubuh," kata dokter spesialis penyakit dalam lainnya, Em Yunir.


Gejala penyakit kelainan kelenjar tiroid harus segera dikenali sejak awal. Dokter Sri mencontohkan gejala kelebihan hormon tiroid (hipertiroid) yang sering diderita perempuan. "Berkeringat berlebihan, susah tidur, jantung berdetak lebih cepat, dan sering buang air besar," ujarnya. "Bila semakin parah, akan mempengaruhi fisik luar, seperti mata yang cenderung melotot, rambut rontok, kulit tipis dan halus, serta penurunan berat badan."


Hipertiroid sering terjadi pada ibu yang baru melahirkan. Lagi-lagi, bukan kekurangan yodium penyebabnya, melainkan reaksi otoimun tubuh yang mengalami perubahan selama mengandung. "Selama mengandung, otoimun ibu mengikuti otoimun anaknya, meskipun keduanya adalah individu yang berbeda," ujar Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia dokter Pradana Soewondo.


Kekurangan hormon tiroid (hipotiroid) memiliki gejala dan penampakan fisik sebaliknya. "Misalnya, mudah lelah, mengantuk, kedinginan, dan berat badan cenderung bertambah meski pola makan wajar dan berolahraga teratur," ujar dokter Sri. Bila kedua penyakit ini dibiarkan semakin parah, bisa menyebabkan kanker dan tumor kelenjar tiroid yang berujung pada kematian.


Menurut Profesor Johan S, Masjhur, tak semua orang yang tinggal di daerah kaya garam bisa terbebas dari penyakit kelainan kelenjar ini. Sebab, belum tentu penyakit ini disebabkan kekurangan garam beryodium. "Garam yang mengandung yodium adalah garam yang melalui fortifikasi atau proses kimiawi untuk mengubah garam atau NaCl murni menjadi yodium," ujarnya.


Profesor Johan mencontohkan salah satu kasus daerah sebaran besar penyakit kelainan kelenjar tiroid di pantai Jepang, yang penduduknya justru rajin memakan makanan asin. "Sekali lagi, penyakit seperti gondok dan penyakit lain karena kelainan kelenjar di beberapa daerah bukan disebabkan oleh kekurangan garam. Kalau kebanyakan makan garam juga bisa terkena hipertensi," katanya Johan.


 


 


View the original article here



0 comments:

Post a Comment